Oleh Fatoni Ahmad
“Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga.” Penggalan lirik lagu sinetron film “Keluarga Cemara” ini mengristal dalam hatiku setelah istriku, Ummi Khoirunnisa memberiku seorang putra pertama yang lahir 25 Oktober 2015, Jazril Azmi. Sungguh anak yang tangkas, cerdas, gagah, lucu, dan menggemaskan. Terkait lirik film tersebut, faktanya memang demikian, harta secara materi bersifat fana tetapi keberadaan keluarga yang terlengkapi dengan sang buah hati memberi harapan kehidupan dan napas panjang berbalut kebahagiaan. Demikian pula dengan ruang keluarga yang selalu memberikan setumpuk kerinduan akan keindahan untuk kembali ke pangkuan singgasana sebuah istana.
Dalam hitungan waktu, tahun akan berganti. Banyak hal yang terjadi sejak diriku meminang seorang istri. Meski masih banyak harus kupelajari dalam membangun kehidupan keluarga yang hakiki. Tidak mudah tetapi juga tidak terlalu sulit memutuskan untuk menikah disaat bersamaan berusaha menyelesaikan studi S2 ku di STAINU Jakarta. Apalagi enam bulan kemudian setelah menikah, istriku dinyatakan positif hamil.
Tentu hal ini bukan sebuah masalah yang harus dibuat pusing. Sebab masalah lebih sering muncul dalam hidup manusia. Justru manusia sendirilah yang dapat menyelasaikan masalah bahkan mampu mewujudkan masalah menjadi semacam energi positif untuk mengubahnya menjadi sebuah keberhasilan. Prinsip inilah yang kupegang teguh dalam menempuh jalan kehidupan dengan konsekuensi yang harus dihadapi sehingga selama ini berbagai persoalan bisa teratasi tanpa membebani orang lain.
2015 merupakan tahun dimana aku dan istriku memulai kehidupan baru bersama buah hati anugerah Illahi setelah kami meraih cita-cita meraih gelar akademik sarjana dan memutuskan untuk menikah di tahun 2014 lalu. Menyambut kelahiran sang buah hati, 29 September 2015 aku berhasil merampungkan studi S2 ku. Momen ini membuat kami sangat bahagia. Keberhasilanku ini tidak akan pernah kuraih tanpa motivasi dan dorongan yang selalu datang dari istriku.
Istriku selalu memahami kapan harus memberikan dorongan kepadaku saat aku berusaha menyelesaikan penelitian tesis di tengah rasa lelah karena kesibukan kerja setiap hari. Dia berhasil membuat suaminya selalu terpacu dalam menyelesaikan studi. Tidak terpungkiri, rasa malas ditambah kesibukan kerja mempengaruhi penyelesaian tesisku saat itu. Di sinilah aku baru sadar hikmah memutuskan menikah di saat studi belum selesai. Dengan kehadiran seorang istri, justru motivasi dan dorongan selalu ada. Ternyata mitos bahwa menikah menggangu studi merupakan sebuah khayalan, karena justru dengan menikah, motivasi menyelesaikan studi jadi meningkat.
Kini motivasi tak sekadar meraih cita-cita, melainkan dorongan positif setiap waktu untuk memberi yang terbaik untuk anak dan istriku. Tak ada harapan terindah selain menyiapkan anak kami menjadi manusia hebat dan bermanfaat bagi sesama makhluk Allah dan tak ada kehidupan terindah selain membangun keluarga bahagia nan kokoh bersama istriku.
Untuk satu tahun yang luar biasa ini, aku mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tuaku, Sikin dan Munati. Tak ada kehidupan yang berjalan dengan lancar dan mudah selain doa kalian yang selalu mengalir bersama langkah kaki anak-anakmu. Juga aku sampaikan terima kasih kepada 6 saudara kandungku, sumber inspirasi dan pelajaran hidup yang aku timba setiap hari. Kemudian juga kepada kedua mertuaku, Wamin dan Darwati yang selalu memberi masukan berharga dalam menjalani kehidupan keluarga.
Terkahir, tentu untuk harta terindah, istriku tercinta, Ummi Khoirunnisa, yang selalu sabar dalam menghadapi ketidaksabaranku dan selalu menyirami kegersangan hati dengan embun senyum yang segar, sejuk, dan bening. Istriku, terima kasih telah berjuang untuk kelahiran anak kita. Aku berjanji, akan kucurahkan seluruh kehidupanku untukmu dan untuk keluargaku kita. Selamat Tahun Baru 2016!
Bantarkawung-Brebes, 22 Desember 2015
“Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga.” Penggalan lirik lagu sinetron film “Keluarga Cemara” ini mengristal dalam hatiku setelah istriku, Ummi Khoirunnisa memberiku seorang putra pertama yang lahir 25 Oktober 2015, Jazril Azmi. Sungguh anak yang tangkas, cerdas, gagah, lucu, dan menggemaskan. Terkait lirik film tersebut, faktanya memang demikian, harta secara materi bersifat fana tetapi keberadaan keluarga yang terlengkapi dengan sang buah hati memberi harapan kehidupan dan napas panjang berbalut kebahagiaan. Demikian pula dengan ruang keluarga yang selalu memberikan setumpuk kerinduan akan keindahan untuk kembali ke pangkuan singgasana sebuah istana.
Dalam hitungan waktu, tahun akan berganti. Banyak hal yang terjadi sejak diriku meminang seorang istri. Meski masih banyak harus kupelajari dalam membangun kehidupan keluarga yang hakiki. Tidak mudah tetapi juga tidak terlalu sulit memutuskan untuk menikah disaat bersamaan berusaha menyelesaikan studi S2 ku di STAINU Jakarta. Apalagi enam bulan kemudian setelah menikah, istriku dinyatakan positif hamil.
Tentu hal ini bukan sebuah masalah yang harus dibuat pusing. Sebab masalah lebih sering muncul dalam hidup manusia. Justru manusia sendirilah yang dapat menyelasaikan masalah bahkan mampu mewujudkan masalah menjadi semacam energi positif untuk mengubahnya menjadi sebuah keberhasilan. Prinsip inilah yang kupegang teguh dalam menempuh jalan kehidupan dengan konsekuensi yang harus dihadapi sehingga selama ini berbagai persoalan bisa teratasi tanpa membebani orang lain.
2015 merupakan tahun dimana aku dan istriku memulai kehidupan baru bersama buah hati anugerah Illahi setelah kami meraih cita-cita meraih gelar akademik sarjana dan memutuskan untuk menikah di tahun 2014 lalu. Menyambut kelahiran sang buah hati, 29 September 2015 aku berhasil merampungkan studi S2 ku. Momen ini membuat kami sangat bahagia. Keberhasilanku ini tidak akan pernah kuraih tanpa motivasi dan dorongan yang selalu datang dari istriku.
Istriku selalu memahami kapan harus memberikan dorongan kepadaku saat aku berusaha menyelesaikan penelitian tesis di tengah rasa lelah karena kesibukan kerja setiap hari. Dia berhasil membuat suaminya selalu terpacu dalam menyelesaikan studi. Tidak terpungkiri, rasa malas ditambah kesibukan kerja mempengaruhi penyelesaian tesisku saat itu. Di sinilah aku baru sadar hikmah memutuskan menikah di saat studi belum selesai. Dengan kehadiran seorang istri, justru motivasi dan dorongan selalu ada. Ternyata mitos bahwa menikah menggangu studi merupakan sebuah khayalan, karena justru dengan menikah, motivasi menyelesaikan studi jadi meningkat.
Kini motivasi tak sekadar meraih cita-cita, melainkan dorongan positif setiap waktu untuk memberi yang terbaik untuk anak dan istriku. Tak ada harapan terindah selain menyiapkan anak kami menjadi manusia hebat dan bermanfaat bagi sesama makhluk Allah dan tak ada kehidupan terindah selain membangun keluarga bahagia nan kokoh bersama istriku.
Untuk satu tahun yang luar biasa ini, aku mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tuaku, Sikin dan Munati. Tak ada kehidupan yang berjalan dengan lancar dan mudah selain doa kalian yang selalu mengalir bersama langkah kaki anak-anakmu. Juga aku sampaikan terima kasih kepada 6 saudara kandungku, sumber inspirasi dan pelajaran hidup yang aku timba setiap hari. Kemudian juga kepada kedua mertuaku, Wamin dan Darwati yang selalu memberi masukan berharga dalam menjalani kehidupan keluarga.
Terkahir, tentu untuk harta terindah, istriku tercinta, Ummi Khoirunnisa, yang selalu sabar dalam menghadapi ketidaksabaranku dan selalu menyirami kegersangan hati dengan embun senyum yang segar, sejuk, dan bening. Istriku, terima kasih telah berjuang untuk kelahiran anak kita. Aku berjanji, akan kucurahkan seluruh kehidupanku untukmu dan untuk keluargaku kita. Selamat Tahun Baru 2016!
Bantarkawung-Brebes, 22 Desember 2015
Klik Disini Untuk Membuka EmoticonTutup Lagi